Diskusi Kelas Bahasa Indonesia XII-IPA 3
Pemilu di Negara Demokrasi sangatlah penting untuk memilih dan dipilih sebagai Kepala Daerah ataupun Kepala Negara seperti yang tercantum dalam pasal 23 UU RI No. 39 tahun 1999 ayat (1) bahwa setiap orang bebas untuk memilih dan mempunyai keyakinan politiknya. Hal ini pula yang mendasari seluruh Warga Negara Indonesia untuk mengikuti pemilu
Dalam pemilihan umum sering timbul kasus ketidak adilan terhadap mantan napi (eksnapi). Ada beberapa UU pemerintah yang terlihat seperti menghilangkan hak-hak untuk dipilih sebagai calon Kepala Daerah atau Kepala Negara, khususnya eksnapi.
Di mata masyarakat, mantan nara pidana dicap sebagai sampah masyarakat. Mereka tidak mendapatkan tempat dimanapun mereka berada, hak-hak sipil mereka dikebiri dengan image buruk yang terlanjur dipahami masyarakat. Mereka selalu dipandang sinis dan negatif oleh masyarakat di sekeliling mereka, tanpa menghiraukan bagaimana perubahan positif yang telah mereka jalani.
Meski menyandang status mantan narapidana, bukan berarti mereka sama sekali tidak memiliki potensi positif. Potensi besar yang bisa mendukung pembangunan daerah bila diberdayakan dengan baik oleh pemerintah juga dimiliki oleh sebagian dari mereka. Justru akan menjadi penghambat pembangunan dan investasi jika mereka terus disisihkan.
Seharusnya, stereotip mantan narapidana sebagai orang yang pernah terhukum di penjara dihilangkan setelah mereka bebas. Hal ini dikarenakan potensi dari sebagian dari mereka juga besar mendukung pembangunan daerah.
Pemikiran masyarakat yang memandang mantan narapidana dengan anggapan negatif memang sudah saatnya diubah. Kita tak dapat memungkiri bahwa banyak masyarakat yang berpandangan negatif pada eksnapi. Kesan inilah yang seharusnya dihilangkan.
Beberapa pasal yang menentang Eksnapi untuk mengikuti calon pemilu diantaranya :
1. Pasal 58 huruf f UU Ri No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang isinya menyatakan bahwa persyaratan menjadi calon Presiden dan Wakil Presiden adalah tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau lebih.
2. UU RI No. 42 tahun 2008 tentang pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden, pasal 5 huruf n yaitu tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
3. UU No. 23 tahun 2003 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, misalnya, dalam pasal 6 huruf t mencantumkan syarat calon Presiden atau Wakil Presiden, tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hokum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih.
Sujumlah UU yang telah disebutkan jelas melanggar hak-hak konstitusional warga negara, sebab seorang narapidana yang telah menjalani pidana adalah warga negara yang bebas. Mereka mempunyai hak yang sama dengan warga negara lainnya yang tidak pernah menjalani pidana (penjara).
Mengingat eksnapi masih warga negara Indonesia, ketiga pasal tersebut sangat bertentangan dengan pasal-pasal yang lain, diantaranya :
1. Pasal 23 UU RI No.39 tahun 1999 ayat (1), bahwa setiap orang bebas untuk memilih dan mempunyai keyakinan politiknya.
2. Pasal 58 UU RI No. 32 tahun 2004 dan Pasal 5 UU RI No. 42 tahun 2008 tentang Menghilangkan Hak Manusia dalam Berpolitik.
3. Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang menegaskan, setiap warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung tinggi hokum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecuali.
4. Pasal 28 D ayat (3) UUD 1945 yang memuat, setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.
5. Pasal 43 ayat (1) UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyatakan, setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum, berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas dan rahasia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
6. Ketentuan Umum angka 6, UU No. 39 tahun1999 tentang Hak Asasi Manusia, yakni setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja ataupun tidak disengaja, atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-undang ini, dan tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hokum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme yang berlaku.
7. Pasal 43 ayat (3) UU No. 39 tahun 1999, disebutkan bahwa setiap warga negara dapat diangkat dalam setiap jabatan pemerintahan.
Berdasarkan UU dari nomor 1-7, secara ututh, hak-hak konstituional warga negara para mantan napi harus dipulihkan. Dengan begitu, hak-hak warga negara yang dijamin dalam UUD 1945 tetap melekat pada mantan napi.
Oleh karena itu, baru-baru ini, Mahkamah Konstitusi mengeluarkan keputusan yang menggembirakan bagi eksnapi. Hak politik mereka telah dipulihkan. Majelis Hakim Konstitusi telah mempertimbangkan permohonan yang diajukan oleh salah satu mantan narapidana. Mereka mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian.
Dalam hal ini pasal yang diuji adalah pasal 12 huruf g dan pasal 50 ayat (1) huruf g UU No. 10 tahun 2008 tentang Pemilu Legislatif serta pasal 58 huruf f UU No. 12 tahun 2008 tentang Pemerintah Daerah.
Pasal tersebut memuat syarat setiap orang yang ingin mencalonkan diri sebagai calon legislatif baik pusat maupun daerah serta calon kepala daerah harus bersih dari catatan kriminal. Pasal tersebut menyebutkan bahwa seorang calon legislatif atau calon kepala daerah harus memenuhi syarat ‘tidak pernah dijatuhi hukuman pidana penjara berdasarkan putusan pengadialan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih’.
Mahkamah Konstitusi memutuskan ketiga pasal itu conditionally unconstitutional atau inskonstitusional bersyarat. Artinya, ketentuan tersebut dinyatakan inskonstitusional bila tak memenuhi empat syarat yang ditetapkan Mahkamah Konstitusi dalam putusannya, yakni :
1. Tak berlaku untuk jabatan public yang dipilih (elected officials).
2. Berlaku terbatas jangka waktunya hanya selama lima tahun sejak terpidana selesai menjalani hukumannya.
3. Dikecualikan bagi mantan terpidana yang secara terbuka dan jujur mengemukakan pada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana.
4. Bukan sebagai pelaku kejahatan yang berulang-ulang.
Latar belakang Mahkamah Konstitusi memberi waktu lima tahun bagi mantan narapidana pasca menjalani hukuman penjara untuk berkiprah lagi ke dalam kancah politik adalah untuk adaptasi bersesuaian dengan lima tahun dalam pemilu di Indonesia dan pemilukada. Selain itu, syarat ini juga sesuai denga bunyi frasa ‘diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
Putusan ini dapat mendorong untuk menyatakan pasal-pasal tersebut adalh inskonstitusional bersyarat. Dengan pendirian ini, makan Mahkamah mendorong agar pembentuk UU menjadi lebih bersungguh-sungguh untuk meninjau kembali semua peraturan perundang-undangan sepanjang yang berkaitan dengan hak pilih mantan terpidana agar disesuaikan dengan putusan ini.
Jaminan hak-hak warga Negara secara utuh yang termuat dalam UUD 1945 serta sejumlah perundang-undangan ke Mahkamah Konstitusi oleh pihak mantan napi yang hak konstitusionalnya dirugikan. Ini akan menguras dana serta energi politik. Jika rumusan restriktif dalam UU itu, kemudian oleh Mahkamah Konstitusi, dinyatakan bertentangan atau melanggar UUD 1945, sehingga harus diamandemen, akan menguras tenaga. Terlalu jauh, jika kita mengingat bahwa Negara kita yang tercinta ini awalnya didirikan oleh para pahlawan yang banyak diantara mereka adalah mantan pidana.
Akan lebih baik lagi jika para elite politik pembuat undang-undang sejak awal menunjukkan tanggung jawab politik dengan merumuskan pasal-pasal yang tidak bertentangan dengan konstitusi dan perundang-undangan hak asasi manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar