Rabu, 27 April 2011

Cerpen-Putri

Oleh : Cie_Poet
Putri
            Satu dua telapak kaki tertanam di pasir pantai dan sebagian berakhir ditelan ombak. Telapak itu kini tak lagi bergerak, diam, seolah terpaku. Seseorang gadis berdiri di sana, memeluk pigura perak. Matanya memandang jauh ke lautan. Di wajahnya hanya tertanam rasa hampa dan kesepian. Matanya bengkak namun tak lagi merah.
            Angin semakin lama semakin kencang. Begitu pula pegangan gadis itu pada pigura. Sebenarnya tangannya pegal memegang pigura perak yang super berat. Tapi ia sama sekali tak menghiraukannya bahkan kini ia tak menghiraukan tubuhnya yang sudah lama diterpa angin.
            Matahari kian tinggi. Gadis itu tak beranjak. Tetap berdiri memeluk pigura dan memandang kekosongan laut.
Ombak berkali-kali mengenai kakinya. Dan ketika ombak besar datang, tubuhnya sedikit goyah, kemudian hampir terjatuh. Satu tangannya menahan tubuhnya agar tidak jatuh dan tangannya yang lain masih memegang pigura perak.
Seseorang dari arah belakang membantunya bangun.
”Apa Anda tidak apa-apa?” tanya laki-laki tinggi keturunan indo dengan logat ala amerika, nama laki-laki itu Jack.
Gadis itu berdiri kemudian memandangnya.
”Maaf apabila saya mengganggu Anda, kebetulan tadi saya lewat dan saya melihat Anda terjatuh.” muka Jack memerah, ”kalau begitu, sampai jumpa.” kata Jack kemudian pergi.
Putri memandangnya terus memandangnya dan kemudian memanggilnya setelah ia jauh.
”Ya? Anda memanggil saya?” jawab Jack dari kejauhan setengah berteriak.
”Terimakasih.”
”Ya, sama-sama.” jawab Jack dengan tersenyum, kemudian berbalik.
            Putri memandangnya hingga hilang dari pandangan. Kemudian ia baru menyadari bahwa di pantai suasananya sudah ramai. Ia bergegas meninggalkan pantai menuju hotel yang terletak tak jauh dari sana.
            ”Stop!!”
            ”Kenapa? Saya mau masuk!”
            ”Maaf, ini bukan tempat untuk meminta-minta, jadi tolong pergilah dari sini.”
            Putri melihat ke bayangan dirinya di kaca. Kini ia baru menyadari. Ia bear-benar awut-awuttan. Rambutnya belum tersisir dan masih memakai piama tidur. Kemudian ia memandang kakinya yang kotor dan ingat bahwa alas kakinya sudah hilang di telan ombak.
            ”Kenapa bengong. Ayo, cepat pergi!”
            ”Maaf, Pak Satpam! Saya beritahukan kepada Anda bahwa saya adalah salah satu tamu hotel di sini. Sopanlah sedikit!” kata Putri tegas. Ia menganggap dengan bersikap tegas maka Satpam akan langsung menyilahkannya untuk masuk.
            ”Saya tak mudah di bohongi.”
            ”Kalau begitu, mana pimpinan hotel ini?”
            ”Kamu mau ap..”
            Mobil mewah berhenti di depan hotel.
            ”Cepat pergi!” kata Pak Satpam sedikit berbisik, ”Kalau tidak...”
            ”Kalau tidak, Anda mau apa?” kata laki-laki berjas hitam di belakang Pak Satpam, ”biarkan nona ini masuk dia tamu di hotel ini.”
            Pak Satpam tak bergeming. Terlihat sekali dari wajahnya bahwa dia bingung.
            ”Tapi Pak Direktur..”
            ”Seharusnya anda mengenali siapa tamu hotel dan siapa yang bukan tamu hotel.”
            ”Bukankah dia bukan?” kata Pak Satpam menunjuk Putri.
            ”Seharusnya Anda sudah diajari oleh Petugas Satpam sebelumnya bahwa anda tak boleh menunjuk tamu seperti itu.” kata Direktur Hotel kemudian berbalik menghadap ke Putri, ”karyawan kami kurang baik dalam melayani Nona, mohon dimaafkan.” Direktur itu kemudian menunduk sedikit ke arah Putri.
            ”Tak apa-apa, saya baik-baik saja.” kata Putri mantap, kemudian memandang Pak Satpam yang masih kebingungan.
            ”Nona, jika Anda masih berkenan, silahkan masuk.”
            ”Terimakasih, Anda Direktur yang baik.”
            ”Terimakasih kembali, Nona.”
            Putri masuk melalui pintu hotel penuh kemenangan sekaligus rasa heran dan kagum di hatinya. Ia tak peduli kakinya yang kotor masuk ke hotel yang sangat bersih. Tapi kemudian ia merasa bersalah. Ia membuat beberapa karyawan sedikit sebal karena tingkahnya.
            Setelah mandi dan sedikit fresh, ia kembali memegang pigura itu dan duduk di samping tempat tidurnya yang empuk. Ada lima orang di pigura itu dan ia ada diantara mereka. Tepat ditengah-tengah mereka.
            Dalam sekejap yang ada dipikirannya adalah masalalu.
            Tawa terdengar di tengah-tengah rumah. Tepat di ruang keluarga. Ayah dan Ibunya memegang kue ulang tahun besar. Salah satu kakaknya memegang kado besar. Kakaknya yang lain memainkan piano. Semuanya, kecuali Putri, menyanyikan lagu ’Happy Birthday to You’.
            Putri terlihat senang ia menunggu saat-saat meniup kue ulang tahun. Ia dapat tertawa lepas di sana. Bersama kakak-kakaknya, ayah, ibu...
            Lamunannya tergoyah. Ada seseorang yang masuk kamar.
            ”Oh maaf Nona, saya pikir tak ada orang dan pintunya tak di kunci jadi...”
            Putri mendekati pelayan wanita yang baru masuk tanpa izin itu dan berkata, ”Tak apa-apa, kebetulan saya sedang memerlukan kamu untuk membersihkan kamar saya. Tolong ya?”
            ”Baik Nona.”
            Pelayan itu bergegas masuk dan mulai membersihkan kamarnya. Putri duduk di sofa dan menghidupkan TV sambil memperhatikan pelayan itu.
            ”Namamu siapa?” tanya putri tiba-tiba. Seolah pertanyaan itu langsung meluncur dari bibirnya tanpa ia pikirkan.
            ”Teti, ada yang bisa saya bantu?”
            ”Teti, duduklah dulu di sini. Temani saya. Saya lama tak mengobrol dengan seseorang.”
            ”Saya, Nona?”
            ”Iya, kamu. Kalau tidak mau, nanti kamu saya laporkan pada pimpinan hotel ini.”
            ”Baik, Nona.” kata pelayan itu dan langsung duduk di kursi yang agak jauh darinya.
            ”Aku ingin tahu sesuatu. Tolong ceritakan semua yang kamu ketahui tentang pantai itu. Kenapa pantai itu sangat misterius bagi warga di sini.” kata Putri dengan menunjuk ke jendela yang terbuka.
            ”Yang saya tahu?”
            ”Iya, semuanya.”
            ”Baiklah, saya akan bercerita mulai dari awal saya masuk kerja. Karena saya baru tahu semua tentang pantai itu dan mitosnya setelah saya masuk ke sini. Sebelumnya, saya bertemu seseorang di pantai ketika saya sedang menangis ketakutan. Ia seorang laki-laki tinggi dan sangat tampan. Namanya Jack. Ia menolong saya dari ketakutan dunia. Waktu itu saya ketakutan tak bisa memberi makan adik saya yang masih berumur lima bulan. Jack menolong saya, mencarikan pekerjaan untuk saya. Dan akhirnya, saya bisa bekerja di sini.”
            ”Apa kamu sudah lama bekerja di sini?”
            ”Baru lima tahun, Nona.”
            Putri mengangguk-angguk kemudian menyuruh pelayan itu untuk melanjutkan ceritanya.
            ”Beberapa hari setelah saya bekerja, saya bertemu Jack kembali. Waktu itu ia terlihat murung. Ketika saya bertanya kenapa dia murung, dia tak mau menjawab. Dan sikapnya selalu sama ketika murung. Tapi setelah satu tahun berusaha mencari jawaban kenapa dia murung, akhirnya ia mau bercerita kepada saya sebab-sebab ia murung. Salah satu sebabnya adalah penyebab mitos itu.”
            Pelayan itu diam agak lama.
            ”Lanjutkan. Ceritakan padaku tentang mitos itu.” pinta Putri.
            ”Dahulu kala, ada seorang ahli cinta yang amat dasyat kekuatannya. Namanya Arum. Dia selalu awet muda. Mungkin sekarang ia sudah meninggal, karena cerita ini sudah beredar sepuluh tahun lamanya. Dan saat itu, ia sudah berumur sembilan puluh tahunan. Entah bagaimana mulanya, tiba-tiba ia menghilang. Jack memperkirakan bahwa ia pergi tanpa diketahui siapapun dan kemudian tak kembali. Dan warga di sekitar pantai itu percaya bahwa kepergian Nyi Arum menyebabkan mereka miskin cinta. Buktinya, banyak dari mereka yang miskin jodoh.”
            ”Kenapa mereka memiliki kepercayaan seperti itu?”
            ”Maklum, Non, warga di sini masih terpengaruh anamisme dan dinamisme.”
            ”Kalau kamu?”
            ”Saya, Non?”
            ”Panggil saya Putri, nama saya Putri. Kita aku dan kamu saja.” kata Putri seraya mengulurkan tangannya. Mereka bersalaman dan saling tersenyum.
            ”Jadi, menurut saya mitos itu memang benar adanya. Berdasarkan bukti-bukti yang saya temui, mitos itu benar adanya.”
            ”Kalau begitu, bagaimana dengan calon suamiku?”
            ”Maksud Non.. eh, maksudmu?”       
            ”Calon suamiku tenggelam di laut. Ia berangkat dari pelabuhan sini dan karam tak jauh dari sini. Apa itu berarti kami bukan jodoh?”
            ”Maaf, tapi saya takut kamu tersinggung. Kalau begini keadaannya, saya hanya bisa berdo’a supaya kamu dan calon suamimu adalah perkecualian dari mitos ini. Sebelumnya, jangan sedih. Banyak orang yang mengalami hal yang sama denganmu. Dan akhirnya mereka memang tak berjodoh. Karena mereka hilang dan tak pernah di temukan.”
            ”Terimakasih, kau membuatku tahu semua tentang pantai itu.”
            ”Maaf, sebenarnya ini bukan mitos pantai, tapi mitos pulau ini.”
            ”Maksudmu?”
            ”Setiap orang yang tinggal menetap di pulau ini lah yang mempercayainya. Bukan mahluk hidup yang ada di pantai.”
            Putri mengangguk-anggukkan kepalanya tanda paham.
            ”Pantai itu adalah pantai yang sama pada umumnya. Tak ada yang ganjil. Mereka indah bukan?”
            Putri mengangguk.
            ”Selalu indah Teti.”
***
            Pagi lagi. Putri sudah di pantai. Melihat ke kejauhan dan memeluk piguranya seperti biasa, kini ia sudah mandi. Tetapi kini ia tak berdiri, melainkan ia duduk di batu karang yang cukup besar yang ada di pantai itu.
            Tanpa disadari olehnya, Jack sudah berdiri di belakangnya.
            ”Pantai Putri, indah sekali.”
            Putri kaget kemudian tersadar dan melihat ke sumber suara.
            ”Maaf, apa yang baru saja Anda katakan?”
            ”Pantai Putri, indah sekali. Apa ada yang salah?”
            ”Jadi nama pantai ini Putri?”
            ”Begitulah. Bukankah sudah cukup jelas?”
            ”Kau tak mengatakan dengan begitu jelas.”
            ”Benarkah?”
            Putri mengangguk. Jack kemudian duduk di sebelah Putri.
            ”Namamu?” tanya Jack.
            ”Putri.”
            ”Benarkah? Kamu Putri?”
            Putri mengangguk. Sekarang Putri menoleh ke arahnya. Bule itu memakai celana pendek dan kaus putih. Kakinya beralaskan sepatu ket. Kakinya sangat besar, persis seperti pemain sepak bola.
            ”Belakangan, aku melihatmu selalu di pantai dari pagi hingga menjelang siang dengan melihat ke arah sana.” kata jack sambil menunjuk ke arah lautan, ”ada apa dengan air itu?”
            ”Kekasihku hilang di sana. Dan akhirnya aku tahu. Dia bukan jodohku.”
            ”Kenapa begitu?”
            ”Aku tak bisa menceritakannya. Saranku, kembalilah ke rumahmu. Jangan menetap di sini.”
            ”Maksudmu?”
            Putri tak mendengarkan Jack yang masih penasaran ingin tahu kenapa ia bersikap begitu pada Jack. Putri meninggalkan Jack sendirian di tempat semula tanpa sepatah katapun. Jack hanya bingung. Dan kini memandang Putri yang menjauh darinya.
***
            Putri berhasil menguasai hatinya kembali. Dan kini ia berpikir untuk pulang ke rumah, pulang ke Kota Kebumen. Kota tempat ia dilahirkan dan dibesarkan. Dan ia yakin, ayah, ibu, dan kakaknya sudah menunggu kepulangannya dan kabar apa yang telah diperolehnya.
            Ketika ia sampai di depan hotel, ia menoleh ke hotel. Dan timbul pemikiran olehnya. Kenapa hotel itu tidak di tutup saja atau mungkin di hancurkan saja supaya tak ada yang mau pergi ke tempat ini.
            Tapi kemudian ia teringat pemimpin hotel ini yang begitu baik dan professional dan keindahan pantai yang mempesona banyak turis. Ia kemudian berpikir bahwa mungkin itulah yang menyebabkan hotel ini tak ditutup.
            Putri hampir sampai gapura hotel ketika ada seseorang yang memanggilnya. Ia kembali menoleh.
            “Kau tak bilang padaku kalau mau pulang sekarang?”
            “Baik-baik ya Tet. Aku harus pulang, keluargaku sudah menungguku dan sudah ingin tahu kabar apa yang sudah kuperoleh di sini.“
            “Harusnya kau bilang padaku. Ini kubawakan sesuatu untukmu.“ kata Teti sambil memberikan bingkisan kado kecil untuknya.
            “Mungkin tak seberapa, tapi aku telah berusaha mendapatkannya. Kau adalah tamu kehormatan kami yang paling baik. Janganlah bosan kepada kami dan jika sempat, kembalilah, karena kami siap melayanimu kembali. Terimakasih Nona Putri.“ kata Teti sedikit membungkukkan punggungnya.
            ”Sama-sama. Kau teman terbaikku di sini. Tapi maaf aku tak punya apa-apa. Tapi mungkin ini...” Putri memberikan kalungnya kepada Teti.
            ”Terimalah, jika tidak, aku akan membencimu.”
            Teti menangis dan tersenyum. Kemudian memeluk Putri.
            ”Terimakasih. Aku tak akan menghilangkannya. Ini yang terbaik. Kalau begitu selamat jalan.”
            ”Sampai jumpa!” kata Putri ketika ia sudah naik dan membuka kaca jendelanya.
            Teti melambaikan tangannya hingga mobil itu hilang dari pandangannya. Jack melihatnya. Kemudian ia mendekati Teti.
            ”Hai!”
            ”Kau mengagetkanku. Ada apa kemari? Nanti aku dimarahi Pak Direktur lagi jika beliau tahu kau ada di sini.”
            ”Siapa gadis itu?”
            ”Yang mana?” tanya Teti celingukan mencari gadis yang dimaksudkan Jack.
            ”Gadis yang baru saja berpelukan denganmu.”
            ”Oh, namanya Putri. Kau naksir? Tak mungkinlah kau berjodoh dengannya. Ia tak akan kembali.”
            Jack memandang Teti penuh tanya. Tapi setelah itu ia pergi. Tak memberi penjelasan kepada Teti kenapa ia bersikap begitu. Teti yang ditinggalkan kebingungan dan kemudian menganggapnya angin lalu. Jack memang selalu begitu, batinnya.
***
            Rumah dari dulu selalu sama. Tak pernah berbeda. Masih hangat dan nyaman sepanjang waktu.
            Putri memasuki halaman depan rumahnya setelah ia berbincang dengan Satpam. Dua pohon mangga yang sedang berbuah dibiarkan tumbuh rindang. Di samping kedua pohon secara melingkar ditanam tanaman bunga anggrek dan lili putih. Antara pohon satu dan yang lain terdapat tanaman mawar putih yang rimbun. Kumpulannya membentuk hati dan ada beberapa yang sudah mekar. Baunya harum dan bunganya terlihat menawan menghiasi halaman. Dan itu memang satu-satunya daya tarik dari rumah ini. Posisi strategis untuk bunga melati di halamannya memang di tengah halaman. Semuanya akan tampak indah jika dilihat dari lantai tiga rumah. Di sana, halaman seolah-olah menuliskan kalimat I Love U.
            Putri langsung masuk lewat pintu dapur dan naik ke kamar. Rumahnya terlalu besar. Tak mengherankan jika ada keluarga yang tak menyadari bahwa ada yang sudah datang.
            Ia menjatuhkan tubuhnya di tempat tidurnya. Ia kemudian melihat isi kamarnya. Masih sama seperti dulu. Tak berubah.
            Ia kemudian memandang ke jendela dan bangun dari tempat tidurnya. Sekelebat bayangan masa lalu kembali menguasainya. Hampir menitikkan air mata.
            ”Kakak berjanji akan menjagamu hingga akhir hayat kakak.” kata salah satu kakaknya yang sedang duduk di beranda kamar.
            ”Woi! Jangan mentang-mentang kakak laki-laki, kakak berkata begitu. Aku juga bisa menjaga adikku. Jadi kita jaga adik kita bersama-sama.” kata kakaknya yang lain.
            Putri yang duduk di samping tempat tidur tersenym dan berkata, ”Terimakasih, aku sayang kalian semua.”
            ” ... dan akhirnya memang kau menjagaku hingga akhir hayatmu.” bisik putri di akhir lamunannya.
            ”Putri? Kau sudah di rumah?” kata ibunya dari balik pintu.
            ”Ibu? Masuklah.”
            Pintu terbuka. Ibunya masuk mendekati Putri.
            ”Bagaimana? Kau senang berlibur di sana? Mana Fauzi?”
            ”Ibu, ceritanya panjang. Yang lain mana?”
            ”Ayahmu masih di kantor. Sebentar lagi pulang. Kakakmu sedang di kampus. Sebentar lagi juga pulang. Kamu pasti capek. Istirahatlah dulu sambil menunggu kedatangan Fauzi, kakak, dan ayahmu ya nak?”
            ”Terimakasih, Bu.”
            Ibu Putri menjauh dan menutup pintu kamar, sengaja membiarkan anaknya sendirian di kamar untuk istirahat.
            Putri menjatuhkan tubuhnya lagi di tempat tidurnya dan mencoba menutup matanya. Tak berapa lama kemudian, ia tertidur.
***
            Putri terbangun, ia terkejut. Ia terbangun di pantai. Ia merasakan tubuhnya basah oleh ombak. Ada seseorang dari laut mendekatinya. Ia Fauzi.
            Sosoknya transparan. Memakai baju yang sama, sama seperti yang terakhir kali ia pakai. Putri tersenyum. Fauzipun tersenyum.
            Putri lari ke arahnya, ingin memeluknya, tapi tak bisa. Putri menembus bayangnya. Tak bisa meraihnya. Ia seperti mengucapkan sesuatu, tapi bibirnya tak bergerak. Ini aneh.
            ”Putri, aku ingin kau tersenyum, selalu untukku, janji? Jangan tinggalkan aku.”
            Putri mengangguk. Tapi kemudian siluetnya pergi menjauh. Ia kemudian menjauh.
            ”Jangan pergi! Jangan pergi!” teriakan Putri menggaung di sekitarnya. Ia terus berteriak.
            ”Putri? Putri?” tanya ibunya.
            ”Kau tak apa-apa?” tanya kakaknya.
            Mata Putri sudah terbuka.
            ”Mimpi apa?” tanya kakaknya lagi.
            ”Aku mimpi?”
            ”Iya, kamu mimpi.” kata ibunya kemudian menenangkannya.
            Putri mulai menangis.
            ”Putri? Kau kenapa? Ada yang salah dari kami?”
            ”Mana ayah?” tanya putri memandang ibu dan kakaknya bergantian.
            ”Ayah di sini.”
            Sosok gemuk tinggi muncul dari pintu.
            ”Tepat waktu kan?” kata ayah riang. Tapi kemudian menyadari bahwa putrinya sedang menangis.
            Ketika semuanya ada di samping Putri, Putri berhenti menangis dan terlihat siap untuk bercerita.
            ”Ayah?”
            ”Ya?”
            ”Ibu?”
            ”Ya?”
            ”Kakak?”
            ”Ceritalah sepuasmu.”
            Putri menenangkan diri. Berusaha mengatur napasnya dan menghentikan isaknya.
            ”Kami berjanji akan bertemu di pelabuhan setelah ia berhasil memancing ikan paling besar. Tetapi..”
            ”Tetapi?”
            ”Tetapi, ia tak datang. Sampai saat ini ia tak datang.” Putri mengeluarkan airmata lagi. ”Ia tak datang. Perahu motor yang ditumpanginya karam menghantam karang.”
            Semuanya ikut menangis. Tetapi ayah memeluk Putri dan menguatkan Putri. Putri kemudian berhenti menangis.
            ”Mungkin Fauzi bukan jodohku ayah.”
            Ayahnya mengangguk.
***


            Putri berjalan di Mall. Ia mencari buku tentang Misteri Pulau. Tapi ia tak menemukannya. Terbesit dalam pikirannya bahwa ia ingin kembali ke Pantai Putri, memegang kembali pigura perak dan memandang ke laut.
            Kemudian ia mencari buku yang lain. Ia menemukan buku tebal yang berjudul ’Rahasia Cinta Arum si Putri Cinta’ oleh Jack Rainfield. Tanpa pikir panjang, ia langsung membeli dan pulang ke rumah.
            Di kamarnya, Putri membuka buku yang dibelinya. Langsung ke halaman 29 berisikan Misteri Pantai Putri.
            Sebuah ironisasi. Arum memegang janjinya bahwa siapapun yang bernama Putri, ia akan menyelamatkan pasangannya. Tentu saja ini hanya bagi seseorang yang bernama Putri. Lalu bagaimana dengan orang yang tidak bernama Putri? Arum, setelah ditanya, ia hanya menjawab dengan senyuman.
            Jantung Putri berdegup dengan kencang. Ia buru-buru seakan haus akan buku itu, melihat daftar isi dan membuka halaman 13, isinya Nama Putri.
            Arum mengatakan bahwa nama Putri itu adalah nama yang istimewa seperti nama pantai itu. Belakangan ini, Arum seperti ingin pergi ke suatu tempat. Berkali-kali ia berkemas dan pergi ke pinggir pantai, namun akhirnya ia selalu kembali dan begitu seterusnya hingga kini tak diketahui keberadaannya. Cucunya yang kini 45 tahun pun tak tahu kemana sembilan tahun terakhir neneknya pergi.
            Putri menutup bukunya. Ia langsung berkemas. Tekadnya kini bulat, ia akan kembali ke Pantai itu.
***
            Teti terlihat senang ketika Putri datang. Ia memeluk Putri dan mengantarkannya sampai ke kamar yang belum lama pernah ditempatinya.
            Setelah Teti pergi, ia kembali membuka bukunya. Halaman 14, isinya Ramalan.
            Arum, dua tahun sebelum ia menghilang, meramalkan bahwa ia akan bertemu dengan seseorang yang bernama Putri di dekat tempat yang selalu dilihat Putri ketika pagi menjelang siang. Dan ia juga meramalkan bahwa Putri akan menggantikan posisinya sebagai Putri Cinta, Putri yang sesungguhnya.
            Putri berhenti membaca. Badannya bergetar hebat. Tangan dan kakinya dingin. Ia merasakan detak jantungnya yang berdegup kencang.
            Di kamar hotel hanya ada dia. Hari sudah larut malam. ia belum makan, tapi ia tak memikirkan itu. Yang ia pikirkan kali ini adalah Fauzi dan Arum.
            Paginya ia terbangun di sofa dengan memegang buku yang semalam ia baca. Ia ingat, ia harus ke pantai, pergi ke laut. Terancang dalam pikirannya bahwa ia akan menyelam.
***
            Udara asin kembali terhirup olehnya. Ia siap menyelam. Ia lengkap dengan segala peralatan selam yang ia sewa di pinggir pantai.
            Air terasa dingin menusuk kulitnya. Untungnya ia pernah menyelam sebelumnya. Jadi, ia tak perlu belajar terlebih dulu cara bernafas dalam air.
            Laut tak begitu dalam. Ia terus masuk sambil memikirkan Fauzi dan Arum. Sayangnya, setelah 30 menit di dalam air, ia tak menemukan apa-apa. Yang ia temui hanya gerombolan ikan. Sampai akhirnya ia kelelahan dan menyerah, naik ke permukaan.
            Di atas kapal, ia berfikir kembali dan melihat ke sekitar laut. Ia baru sadar, ada karang besar di selatan kapal, tepat di tengah laut.
            Ia kembali menyelam dan menuju ke karang. Karang dari dalam air terlihat sangat besar. Ia berusaha masuk ke dalam karang lewat lubang kecil di bawah karang.
            Ia terus masuk. Di dalam terlihat seperti goa dalam air. Ia terus ke dalam hingga akhirnya ia menyadari lorong mulai ke atas. Ia melihat sedikit cahaya.
            Ia terus ke atas. Hingga ia menemukan udara. Di dalam karang ada udara.
            Sejenak ia terkesima dengan keindahan dalam karang, dan ia kini sedang memperhatikan lorong yang lain. Kemudian ia kembali teringat dengan misinya mencari Fauzi.
            ”Fauzi? Arum? Kalian di sini?”
            Tak ada jawaban. Yang ada hanya pantulan suaranya yang menggema.
            Putri melepas tabung oksigen dan kacamata renangnya. ia masuk ke lorong yang tak berair. Jalan menanjak. Terang lampu obor membuatnya yakin bahwa di sini ada mahluk hidup. Kemudian ia yakin, Arum dan Fauzi ada di sana.
            Ia sampai di ujung lorong. Ia melihat seorang wanita cantik yang sedang berkaca dan menyisir rambutnya. Ia juga melihat dua wanita dan tiga pria terbaring di atas batu yang terbentuk seperti tempat tidur.
            ”Apa kamu Putri?” tanya wanita tadi.
            ”Ya.”
            ”Aku sudah menunggumu. Aku butuh bantuanmu untuk menyelamatkan orang di sini. Tenagaku telah habis. Aku sudah tua, hampir mati.”
            ”Apa kau sang Putri Cinta?”
            ”Tentu saja kau benar. Kau pasti sudah membaca karangan Jack. Ia kekasihku pada masa ini.”
            ”Masa ini?”
            ”Ya, tentu saja. Aku sudah berumur 800 tahun.”
            ”Bukankah tahun ini kau berumur 100 tahun?”
            ”Itu aku yang menyebarkan. Dan aku selalu berumur hingga seratus tahun enurut manusia di bumi ini.”
            Putri terkejut kemudian mendekat ke Arum. Melihat lebih jelas wajahnya.
            ”Kau ini...”
            ”Tentu saja manusia.”
            Putri dan Arum terdiam lama. Hingga akhirnya Putri dipersilahkan duduk.
            ”Aku butuh bantuanmu. Tenagaku sudah tak kuat. Lima orang itu harus kembali ke pantai.”
            ”Mereka...”
            ”Mayat.”
            Putri terkejut.
            ”Mereka telah lama di sini. Dua perempuan itu,” Arum menunjuk ke arah dua perempuan yang berbaring terlelap seperti tertidur, ”sudah empat tahun disini.”
            ”Dua laki-laki di sebelahnya, sudah limatahun di sini. Dan satu yang tersisa, sudah sepuluh tahun di sini. yang tersisa itu, musuhku. Ia hampir membunuhku waktu itu. Tapi ia hanya manusia biasa yang patut dikasihani. Ia tak memiliki cinta.”
            Putri mendengarkan Arum dengan seksama. Sekali-kali ia melihat ke lorong gelap selain lorong yang baru saja ia lewati.
            ”Persisnya, kau harus menolongku keluar dari sini dan menguburkanku setelah aku mati. Hanya dirimu.”
            ”Kenapa aku?”
            ”Kau yang bernama Putri. Sebagai imbalannya, kau akan menemukan kekasihmu.”
            Mata Putri berlinang.
            ”Jadi ia belum mati?”
            ”Aku menolongnya dan melihat tanda Putri di dadanya. Itu kau.”
            ”Di mana dia?”
            ”Kau harus berjanji mau menolongku.”
            ”Aku berjanji.”
            ”Sekarang, bantu aku berjalan ke tempat musuhku berbaring.”
            Putri melakukan apa yang dikatakan Arum. Arum yang  kini telah duduk di samping musuhnya menempelkan tangannya ke dadanya. Dalam sekejap mata, laki-laki itu menghilang. Arum kemudian melakukan hal yang sama kepada empat yang lain.
            ”Mereka kemana?”
            ”Mereka di sini.” Arum menunjuk telapak tangan yang tadi ia gunakan untuk memegang dada para mayat.
            Putri sedikit bingung dan sangat terkejut.
            ”Lalu di mana Fauzi?”
            ”Ada di dadaku. Kau berhak mengambilnya setelah kita sampai di pantai. Kau bisa menemukannya kembali. Tenaganyalah yang ku pakai selama lima hari terakhir. Ia sangat kuat. Harusnya aku mati dua hari yang lalu. Untungnya kau datang.”
            ”Kenapa kau bisa sampai kemari?”
            ”Aku tak bisa menceritakan bagaimana. Tapi, kau bisa menanyakannya pada Jack.”
            ”Tapi, di mana Jack? Aku tak tahu.”
            ”Dia selalu ada di pantai setiap hari. Menungguku keluar dari sini.”
            ”Kita lakukan sekarang. Yang harus kau lakukan kali ini, masuk ke tubuhku.”
            ”Apa?”
            ”Masuklah.”
            Tanpa berpikir lama, Putri menurutinya. Ia berjalan ke arah tubuh Arum dan tanpa terasa ia sudah di dalam sana. Namun, ia masih bisa melihat dan mendengar kata-kata Arum walau dalam satu tubuh.
            ”Diamlah di sana. Jangan pergi hingga aku sampai ke pantai.”
            Arum keluar melewati jalan yang baru ia lalui dan menyelam, ia timbul ke permukaan dan naik ke kapal.
            Orang-orang yang ada di kapal kaget. Tapi mereka tak menanyakan satu pertanyaanpun.
            ”Ayo kita ke pantai.”
            Anehnya, tanpa pikir panjang, kapal dikemudikan menuju ke daratan. Jack terlihat menunggunya di tepi.
            Arum mendekati Jack dan memeluknya.
            ”Tibalah saatnya aku pergi Jack.” Arum menangis.
            Jack terlihat sedih, namun ia tak terlihat goyah.
            ”Pergilah, kau akan tenang setelah ini.”
            Arum melepas pelukannya.
            ”Putri, keluarlah. Pejamkan matamu.”
            Putri berjalan keluar dari tubuh arum dengan mata terpejam. Setelah ia membuka matanya, ia melihat Jack berlutut di sisi arum yang telah lelap. Lima orang yang tadi ada di telapak tangan Arum telah berjajar rapi di samping Arum.
            Ia melihat ke arah Jack. Jack terlihat mengeluarkan air mata.
            ”Jack? Kau yang bernama Jack?”
            ”Ya,” Jack memandang ke arah Putri dan berdiri, ”aku Jack. Aku sudah lama mencarimu. Karena aku ingin Arum kembali.”
            ”Kenapa Arum bisa ke dalam karang?”
            Jack terdiam.
            ”Maaf, aku hanya ingin tahu. Aku...”
            ”Tak apa. Arum bisa di sana karena kutukan dari musuhnya. Musuhnya mengutuknya berada di sana hingga ada seseorang yang bernama Putri menyelamatkannya. Tapi musuh itu terbunuh karena kesalahannya.”
            ”Kesalahan?”
            ”Ia tak menghancurkan kekuatan Arum terlebih dulu. Itulah kesalahannya.”
            Putri memandang Jack yang masih terlihat sedih. Ia ikut sedih.
            Jack kemudian mengangkat Arum dan menyuruh Putri untuk mengikutinya, meninggalkan lima mayat yang sedang di urus oleh penjaga pantai. Jack masuk ke rumah reyot di tepi pantai.
            ”Kau akan mendapati calon suamimu jika kau yang menguburkan Arum.”
            ”Aku akan menguburkannya. Di mana aku harus menguburkannya?”
            ”Tak perlu tanah. Kemarikan tanganmu.”
            ”Maksudmu?”
            ”Kau lah tempatnya. Dalam telapak tanganmu. Putri Cinta sebelumnya juga dikubur dalam telapak tangan Arum.”
            Putri menyerahkan tangannya. Jack menempelkan telapak tangannya ke dada Arum dan melepaskan pegangan tangannya.
            ”Lakukan seperti apa yang dilakukan Arum kepada lima mayat tadi.”
            ”Tapi aku tak tahu...”
            ”Hanya pusatkan pikiranmu.”
            ”Baiklah.”
            Putri memusatkan pikirannya ke Arum. Dan melakukan seperti apa yang Arum lakukan kepada lima mayat tadi dengan menutup matanya. Dalam sekejap mata, Arum menghilang dan Fauzi telah berbaring di hadapannya menggantikan posisi Arum, tertidur. Ada detak dalam nadinya.
            Ia melihat ke sekitar ruangan. Jack telah tiada. Yang ada dalam ruangan itu hanya ia dan kekasihnya.
            ”Fauzi...”
            Fauzi terbangun. Ia kebingungan.
            ”Apa yang terjadi padaku, Put? Kenapa kita ada di sini?”
            Putri tersenyum.
            ”Aku ingat, terakhir kali aku sadar, seseorang menarikku dari laut dan aku merasa aku menghilang.”
            Putri tersenyum.
            ”Kau tersenyum? Aku lucu?”
            ”Tidak. Ayo ke hotel. Kau harus makan dan istirahat.”
            Putri menuntun Fauzi ke hotel tempatnya menginap dan memesankan satu kamar untuknya.
            Di dalam kamar hotel Fauzi, Putri menceritakan semua yang ia alami sambil menemaninya makan.
            Setelah dirasa cukup, Putri menyuruhnya tidur. Kemudian Putri kembali ke kamar hotelnya.
            Di sofa masih ada buku yang di tulis Jack. Ia membukanya kembali pada judul terakhir, ’Semua pada Akhirnya’.
            Arum meramalkan, pada akhirnya ia akan menyerahkan kekuatannya pada Putri dan mengembalikan kekasihnya. Artinya ia akan bisa seperti Arum jika ia mau dan ia akan bisa hidup lama seperti Arum dan awet muda.
            Tentu saja menjadi Arum sangat menyenangkan. Bisa terkenal dan disukai banyak orang.
            Arum selalu mengaku dirinya sudah tua. Tapi pribadinya tetap muda dan begitu pula kecantikannya.
            Pada akhirnya, Putri Cinta baru boleh memilih pilihannya. Meneruskan menjadi Putri Cinta seperti Arum atau menghentikan kekuatannya.
            Jika ia memilih menjadi Arum, ia harus merahasiakan buku yang sedang dibacanya. Jika tidak, kekuatannya akan hilang dalam waktu itu juga. Tetapi, jika ia memilih bebas, ia akan hidup sewajarnya dan akan mengenang semua tentang Arum dan dirinya yang pernah sekejap menjadi Putri Cinta. Dan Arum akan selamanya terkubur dalan tangannya.
            Putri menutup buku itu. Kemudian ia mantap dengankeputusannya.
            ”Aku ingin menjadi Putri biasa, bukan Putri cinta.”
            Buku yang dipegangnya sedikit demi sedikit menghilang dalam tangannya. Tetapi dalam sekejap, ada dua hati kecil dari berlian muncul di telapak tangannya. Dua hati itu bertuliskan Arum dan Jack.
            Putri tertegun melihatnya. Namun kemudian ia tertidur.
***
            Putri bangun kesiangan. Ia terbangun di tempat tidurnya. Di rumahnya. Fauzi ada di sampingnya.
            ”Kau tidur lama sekali. Satu hari penuh kau tak bisa di bangunkan.”
            ”Apa?” Putri bingung.
            ”Tadi dokter ke sini. tapi ia mengatakan bahwa kau tak apa-apa. Tapi ia juga heran, kau tidur selama ini.”
            ”Tertidur? Kau? Bukankah kita sedang di Pantai Putri?”
            ”Kau bicara apa? Mana ada Pantai Putri. Kau bermimpi?”
            ”Mimpi?”
            ”Iya. Sekarang mandi dan berdandan. Kita akan membuat undangan hari ini.”
            Fauzi meninggalkannya sendiri di kamar. Ia kebingungan. Kalau aku bermimpi, kenapa terlihat nyata?
            Putri kemudian tak ambil pikir panjang. Ia berpikir bahwa ada kemungkinan apa yang dikatakan Fauzi itu benar.
            Ia turun dari tempat tidurnya. Tangannya kemudian membuka dan dua berlian berbentuk hati bertuliskan Arum dan Jack terjatuh dari tangannya. Kemudian Putri memungutnya, terkejut.
           

           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar